Membaca buku ini membuka jendela pemahaman akan cinta suci sepasang insan
manusia. Cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi atas ijin Allah
SWT.
…Terima kasih Allah, Engkau telah menjadikan Ainun dan saya
manunggal jiwa, roh, bathin, hati nurani kami melekat pada diri kami sepanjang
masa dimanapun kami berada….
(Doa B.J. Habibie)
Novel ini menceritakan secara lengkap kisah hidup dan perjuangan bahtera
rumah tangga B.J Habibie bersama Ainun dari awal jumpa hingga Ibu Ainun
akhirnya berada dalam dimensi lain.
Dimulai dengan bertemunya kembali Habibie dengan Ainun di kediaman keluarga
Besari (Keluarga Ainun) setelah hampir 7 tahun tidak bertemu. Pertemuan malam
Idul Fitri itu menyisakan kenangan rindu bagi Habibie muda akan pandangan mata
menyejukkan yang diberikan oleh Ainun muda kala itu. Proses pertunangan dan
pernikahan yang cukup cepat, namun dilakukan dengan kepastian jiwa dan kekuatan
cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi serta keyaninan bahwa Allah
SWT selalu akan menemani, memungkinkan keduanya yakin untuk bersama-sama
mengarungi bahtera rumah tangga di rantau (Jerman) mengingat masa cuti Habibie
yang hanya 3 bulan akan segera habis.
Setibanya mereka di Jerman berbekal 2 koper berdua, disanalah perjuangan
mereka dimulai. Sebuah kisah inspiratif yang patut dijadikan contoh sebuah
keluarga sakinah mawaddah warahmah, insya Allah.
Betapa Ibu Ainun sangat mendukung pekerjaan dan tugas Bapak Habibie dengan
tanpa mengeluh selalu mencoba melakukan tugas dan kegiatannya dengan sebaiknya
tanpa mengganggu konsentrasi perhatian dan pekerjaan Habibie. Memberikan
masukan intelektual dan pertimbangan juga saran yang saling mendukung satu sama
lain. Selalu menjaga dan mengontrol kesehatan Habibie dengan menyediakan
makanan sehat juga senyum menawan yang selalu dirindukan Habibie.
Sebaliknya Habibie juga selalu melibatkan Ainun dalam setiap kegiatannya,
menceritakan dan meminta pertimbangan istrinya untuk setiap keputusan yang akan
diambil. Benar-benar perpaduan yang harmonis indah romantis atas dasar cinta.
Dibagian tengah cerita, sebuah kesadaran pun ingin ditularkan oleh penulis
kepada seluruh pembacanya (bahkan mungkin penonton filmnya). Bahwasanya
semangat nasionalisme haruslah selalu dipupuk dan dikembangkan dalam setiap
jiwa insan bangsa Indonesia. Sebagai contoh, penulis yang saat itu adalah CEO
sebuah perusahaan penerbangan terkenal terkemuka di Jerman, rela meninggalkan
semuanya dan bersama keluarga kembali ke Indonesia tercinta untuk tujuan mulia
mengabdi dan mengembangkan negara tercinta dengan ilmu yang didapatkan dengan daya
upaya sendiri.
Nampak pula peran maksimal seorang istri bagi Habibie dalam semua aktivitas
barunya. Seorang tokoh teknologi yang menjadi tokoh politik, presiden ketiga
Republik Indonesia. Oleh sebab itu, sangatlah pantas jika dalam pidatonya dalam
tiap kesempatan (penghargaan teknologi, penganugerahan gelar, dsb) sering
Habibie menyampaikan bahwa di balik sukses seorang tokoh, tersembunyi peran
dua perempuan yang amat menentukan, yaitu ibu dan istri.
Di akhir cerita, tergambar dengan jelas keterkaitan Habibie Ainun satu sama
lainnya. Keduanya saling menjaga mendoakan yang terbaik bagi masing-masing. Ada
kejadian yang menurut saya sangat menyentuh yaitu ketika Ibu Ainun di ICCU, Pak
Habibie yang telah menjadi kebiasaan pukul 10 pagi selalu tiba di ICCU pada
hari itu harus terlambat datang karena dilarang masuk sebab tim dokter sedang
melalukan operasi mendadak. Ketika Habibie akhirnya masuk 2 jam kemudian,
didapatinya Ainun sedang menangis. Kenapa? Karena khawatir terjadi sesuatu
dengan Habibie sebab dia terlambat datang. Sungguh indah bukan. Kedua sangat
memperhatikan kondisi masing-masing, meskipun dalam keadaan sehat atau sakit.
Akhirnya saya tuliskan disini, doa Habibie untuk Ainun yang telah berpindah
ke alam dan dimensi baru.